Jumat, 06 Mei 2011

MANTUQ, MAFHUM DAN NASAKH

MANTUQ DAN MAFHUM

Petunjuk (Dalalah) lafas kepada maknanya ada kalanya berdasarkan pada bunyi perkataan yang di ucapkan itu,baik secara tsgas maupun mengandung makna lain.Dengan arti mantuq ini adalah sebuah ayat dimana yang artinya tersurat ataupun yang sudah jelas dan tegasmaknanya pada surat tertentu.Dan dimana pula adakalanya sebuah ayatberdasarkan pada pemahaman(mafhum artinya tersirat) dimana arti tersirat ini adalah suatu ayat yang kurang jelas tujuannya.Inilah yang dinamakan mantuq dengan mafhum.

a. Pengertian Mantuq

Mantuq adalah sustu makna yang ditujukan kepada lafasmenurut ucapannya ataupun bisa dikatakan bahwa mantuq ini merupakan yang sudah jelas atau penegasan berdasarkan materi huruf – huruf yang di ucapkan.
Contoh :
قلل لا ا جد فيما اوحي الي محر ما على طا عم يطعمه الاان يكون ميتة اودما مسف حا اولحم خنز يرفانه رجس او فسقا اهل لغير االله به فمن اضطر غير باغ ولاعادفان ربك غفور رحيم (الانعام : 145)
“ Katakanlah tidak aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,sesuatu yang di haramkan bagi orang yang hendak memakannya,kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengaliratau daging babi,karena sesungguhnya semua itu kotor,atau binatang yang di sembelih selain atas nama alloh.Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa,sedangkan dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampoi batas,maka sesungguhnya Tuhanmu maha pengampun lagi maha penyayang”.
Mantuk ayat ini adalah haram memekan darah yang mengalir,sedangkan mahfumnya adalah halal darah yang tidak mengalir dan diketahui halalnya melalui kaidah atau dalil syar’a yang lainnya.

b. Macam – macam Mantuq
1. Nass
Adalah lafal yang dilalahnya jelas yang menunjukkan pada makna yang dimaksud menjadi maksud asli susunan kalimatnya sekalipun masih dapat ditakwilkan.Contohnya seperti ayat 275 al baqoroh diatas,nas menunjukkan jual beli tidak sama dengan riba karena makna yang seperti itu dipahami dari susunan kalimatnya.
Contoh
وما اتا كم الر سول فخذ وه وما نها كم عنه فا نتهوا ... ( الحشر : 7 )

“Apa yang diberikan rosul kepada mu maka terimalah dia.dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah . . . “(al hasyr : 7)
Nash menunjukanwajib mentaati rosul dalam pembagian ghanimah,apa yang diberikan ambillah dan apa yang dilarang maka jangan lah diambil.Merupakan arti yang dimaksud dalam susunan kalimatnya.
Hukum nash wajib diamalkan selama belum ada petunjuk yang dapat dijadikan alasan untuk memalingkannya kepada arti yang lain dengan cara takwil.Ta’wil baru dapat diterima apabila ta’wil itu didasarkan pada nash al quran atau sunah,atau berdasarkan qiyas atau berdasarkan jiwa syariat islam atau berdasarkan kaidah umum syariat islam.Karena itu,ta’wil yang bukan melalui apa yang diterangkan diatas dinamakan takwil jauh yang tidak dapat diterima.Di bawah ini akan dikemukakan beberapa contoh ta’wil yang dibawakan oleh mazhab Syafi’i dan Hanafi :
a. Menurut Mazhab Syafi’i,seorang laki – laki yang memeluk agama islam,sedangkan ia memiliki banyak istri,maka pada saat ia masuk islam,maka ia hanya boleh memiliki istri empat orang dari istri yang ada.Ini berdasarkan hadis yang berbicara tentang seorang laki – laki yang bernama Ghailan yang pada saat memeluk agama islam beristri sepuluh orang.Rosul bersabdakepadanya “
امسك عليك اربعا وفا ر ق سا ئر هن ( رواه احمد والتر مذى وا بن حبان وا لحا كم وسا لم بن عبداالله بن عمر )
“ Peganglah olehmu empat orang dan yang lain ceraikanlah “ ( Hr Ahmad,Tarmidzi,Ibnu Hiban dan Hakim dari salin bin Abdul allah bin umar )
Namun,mazhzb Hanafi mengatakan kalau semua istrinya melalui hanya satu akad nikah saja,maka boleh memilih empat orang dari semua istrinya dan yang lain diceraikan.akan tetapi,kalau melalaui beberapa kali akad nikah,maka yang boleh ditetapkan menjadi istri adalah menurut urutan nikahnya.
b. Mazhab Syafi’i orang yang baru memeluk agama islam dan mempunyai isteri dua saudara kandung,maka suaminya boleh memilih salah satu dari keduanyaberdasarkan hadis yang berbunyi :
طلق ا يتهما شئت
“ Ceraikan lah salah seorang yang kamu inginkan “
(HR.Ahmad,Ibnu Majah ,Abu Daud,Tarmidzi dan Baihaki dari Abdulah Dailami dari Ayahnya)
Namun,Mazhab Hanafi melihat bentuk akad nikahnya dan memberlakukan seperti apa yang diberlakukan diatas.
c. Dalam Mazhab Syafi’i membayar kafarah zhihar adalah memberikan enam puluh orang miskin untuk satu hari berdasarkan firman Alloh :
فا طعا م ستين مسكينا ( المجا د لة : 4 )
“Maka barang siapa yang tidak kuasa ( wajiblah baginya ) memberi makan enampuluh orang miskin “
Dalam mazhab Hanafi diterangkan bahwa boleh menyerahkannya kepada enam puluh orang miskin untuk makan satu hari atau menyerahkan kepada seorang miskin selama enam puluh hari.
d. Dalam mazhab Syafi’i membayar zakat hewan wajib dikeluarkan hewan itu juga dan tidak boleh diganti dengan lainnya.Pendapat ini berdasarkan hadis :
فى ار بعين شا ة شا ة
“setiap empatpuluh ekor kambing ( zakatnya )satu ekor kambing.” ( HR Damari dari amrin bin Hazim).
Namun menurut mazhab hanafi,zakat yang dikeluarkan dapat berupa satu ekor kambing atau nilainya saja.
e. Dalam mazhab Syafi’i seorang gadis tidak boleh mengadakan akad nikah sendiri tanpa adanya perizinan wali berdasarkan hadis yang berbunyi :
ايمن امراة نكحت بغير اذن وايها فنكاحها با طل ( رواه ابن ماجه والتر مذى وابوداودوالطبرانى عن عًشة )
“Perempua manapun yang mengadakan akad nikah tanpa izin walinya maka nikahnya batal ..”
( Hr .Ibnu majah ,Turmizi,Abu Daud dan Tabrani dari Aisyah)
Namun mazhab Hanafi menetapkan sahnya pernikahan wanita yang masih gadis sekalipun tidak seizin walinya karna yang dimaksud dalam hadis ini adalah anak kecil,budak wanita,atau mukatabah.
f. Menurut mazhab syafi’i niat puasa ramadhan wajib pada waktu malam berdasarkan hadis yang berbunyi :
للاصيام لمن لم يفر ضه من الليل ( رواه الترمذ ى عن حفصة )
“ Tidaklah terhitung puasa bagi yang tidak berniat wajib dari waktu malam “
Namun mazhab Hanafi mena’wilkanhadis ini dengan mengatakan yang wajib niat pada waktu malam itu hanya puasa qadho dan puasa nazar,tetapi puasa ramadhan tidak wajib.
g. MenurutSyafi’i semua keluarga Rosulluloh berhak menerima sebagian dari harta ghanimah,baik yang mampu maupunyang tidak mampu berdasarkan ayat yang berbunyi :
واعلموا انما غنمتم من شيء فان الله غمسه وللر سول ولذى القر بىواليتمى والمسكين وابن السبيل
( الا نفا ل : 41 )
“ Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang maka sesungguhnya seperlima untuk Alloh,Rosul,kerabat Rosul,anak – anak yatim,orang – orang miskin,dan ibnu sabil”
Namun mazhab Hanafi mena’wilkan ayat ini dengan mengatakan yang berhak menerima hanya keluarga rosul yang miskin saja,sedangkan yang mampu tidak lagi berhak menerima
h. Syafi’i mewajibkan menyerahkan zakat kepada delapan mustahiq dan setiap mustahiq sekurang – kurangnya tiga orang.berdasarkan firman Alloh yang berbunyi :
انما الصد قت للفقراء والمسكين والعملين عليهاوالمؤ لفة قلو بهم و في الرقاب والغر مين وفي سبيل الله وابن السبيل ( التوبة : 60)
“Sesungguhnya zakat – zakat itu hanyalah untuk orang – orang fakir,orang – orang miskin,pengurus zakat,para mualaf,yang dibujuk hatinya untuk memerdekakan budak,orang – orang yang berutang untuk jalan Alloh ,dan orang – orang yang sedang jalam perjalanan....”
Namun menurut mazhab hanafi zakat boleh saja diserahkan kepada satu orang mustahiq yang terdiri atas satu orang karena ayat tersebut hanya berbicara tentang orang – orang yang berhak menerima zakat saja,

2. Zahir
Suatu lafal yang dilalahnya dikatakan Dzahir,apabila lafal yang dipahami diambil dari susunan kalimatnya yang bukan menjadi tujuan aslidan dapat pula dialihkan ke arti lain.
Contoh :
...... واحل االله البيع وحرم الربوا ..... ( البقرة : 275)

“..... Padahal telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ......”(al baqarah : 275)
Ayat yang menerangkan dihalalkan semua jual beli dan di haramkan riba.Ini dipahami dari lafal halal dan haram dan tidak lagi memerlukan alasan lain dari luar nash.Namun arti ini bukan arti yang dimaksud dalam susunan kalimatnya,karena pada susunan kalimat ayat diatas adalah jawaban bagi orang yahudi yang menyamakan jual beli dengan riba yang dicantumkan dalam ayat sebelumnya.

..... فا نكحوا ما طا ب لكم من النساء مثنى وثلا ث ورباع فان غفتم الاتعد لوا فوا حدة...( النساء : 3 )

“ ..... Maka kawinilah wanita – wanita lain yang kamu senangi,dua,tiga,atau empat.Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil maka kawinilah seorang saja ......”
Dzahir ayat menerangkan bahwa boleh mengawini wanita yang halal karena langsung diambil dari kalimat boleh kawin dengan wanita yang disenangi,,namun arti ini bukan yang dimaksud dalam susunan kalimatnya karena susunan kalimat menetapkan jumlah wanita yang boleh dikawini tidak melebihi dari empat dan kalau tidak mampu berlaku adil maka cukuplah satu saja.
Sebagaimana yang diterangkan di atas,bahwa dzahir wajib diamalkan selama tidak ada dalil yang dapat dijadikan alasan untuk memalingkan artinya ke arti lain sekalipun pada dasarnya dapat dipalingkan.Umpamanya lafal dzahir yang bersifat umum masih dapat ditaksiskan,dan lafal dzahir yang mutlak masih dapat ditaqyidkan,lafal dzahir yang mempunyai arti hakiki masih dapat dialihkan menjadi arti majasi.

3. Mu’awal

Adalah lafaz yang diartikan dengan makna marjuh karena ada sesuatu dalil yang menghalangi.Mu’awal berbeda dengan zahir,zahir diartikan dengan makna yang rajih,sebab tidak ada dalil yang memalingkannya kepada yang marjuh.Sedangkan mu’awal diartikan dengan makna marjuh karena ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih,akan tetapi masing – masing kedua makna itu di tunjukan oleh lafasmenurut bunyi ucapannya.
Contoh :
واخفض لهما جنا ح الد ل من الر حمة

c. Pengertian Mafhum
Yaitu makna yang ditunjukan oleh lafaz yang tidak berdasarkan bunyi ucapannya.
Contoh :
فلا تقل لهما اف ( الا سراء : 23)

“ Maka janganlah kamu mengatakan kepada kedua orang tua mu perkataan yang keji”.
Mahfum terbagi menjadi dua yaitu :
1. Mafhum muwafaqoh
Yaitu pengertian yang yang di pahami menurut ucapan lafal yang disebutkan.
Mahfum ini terbagi menjadi :
a. fahwal kitab
Yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang di ucapkan.
b. Lahnul kitab
Yaitu apabila yang tidak di ucapkan sama hukumnya dengan yang di ucapkan. Seperti firman alloh :
انلز ين يا كلون ا موال اليتمى ضللما انما يا كاون في بطو نهم نا را ( الساء :10)
“ Mereka yang memekan harta anak yatim secara aniyaya sebenarnya memakan api kedalam perut mereka “

2. Mafhum makhalafah
Yaitu pengertian yang di pahami berbeda dari ucapan,baik dalam menetapkan maupun meniadakan . aseperti ayat :

اذانودياللصلوة من يوم الجمعة فا سعوالى ذ كرالله وذروا البيع ( الجمعة : 9)

“Apabila kamu dipanggiluntuk mengerjakan salat pada hari jumat,maka bersegeralah kamu mengerjakannya dan tinggalkanlah jual beli “
Mafhum makhalafah ada lima macam yaitu :
a. Mafhum makhalafah wasat ( sifat )
Contoh :
الج اشهر معلو مات ( البقر : 197 )
“ (Muslim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi “
Mahfumnya adalah bahwa melakukan ikhrom untukhaji diluar diluar bulan – bulan itu tidak syah.
b. Mafhum mukhalafah gayah (batas)
Contoh :
فان طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره ( البقره : 23 )

“kemudian sisuami menalak (sesudah talak yang ke dua) maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain”
Manfhum mantuq ayat ini adalah istri yang sudah ditalak tiga tidak halal lagi bagi suami yang pertama kecuali bila istrinya telah menikah dan diceraikan oleh suami kedua.Sedangkan mafhum mukhalafah gayahnya adalah sebelum istrinya menikah dengan suami kedua dan diceraikannya,maka belum halal bagi suami yang pertama.
c. Mafhum muhalafah syarat
Contoh :
وان كن اولا ت حمل فا نفقوا عاين ( الطلاق : 6) “ Dan jika mereka (istri – istri yang sudahdi talak) sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkah”
Mantuk nash ayat ini adalah istri yang diceraikan dalam keadaan hamil,wajib mendapatkan nafkah dari suaminya hingga ia melahirkan dan mafhum mukhalafah syaratnya adalah istri yang tidak hamil tidak wajib diberi nafkah.
d. Mafhum mukhalafah adad (bilangan)
Contoh :
فاجلدو وهم ثما نين جلد ة ( النر : 4)

“Maka deralah mereka ( yang menuduh itu ) delapan puluh kali dera”
Menurut mafhum mukhalafah adad dalam ayat ini adalah jumlah pukula tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang dari delapan puluh kali.
e. Mafhum mukhalafah laqab
Seperti dalam perkataan :
محمد رسول االله
“Muhammad SAW adalah rosul alloh”
Mafhum mukhalafah laqab dari contoh diatas bisa dimengerti bahwa tidak ada selain Muhammad yang di angkat menjadi rosul.


BAB II.
NASAKH
1. Pengertian Nasakh
Nasakh menurut menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah ( menghilangkan ) .Sedangkan menurut istilah adalah mengangkat ( menghapuskan )hukum syara’dengan dalil hukum syara’ yangb lain.Para ahli ushul fiqih mengemukakan bahwa nasakh itu baru dianggap benar bila :

1. Pembatalan itu dilakukan melalui tuntunan syara’ yang mengandung hukum dari Alloh dan rosulnya
Yang membatalkan ini disebut nasakh.Dengan demikian,habisnya masa suatu hukum pada seseorang, seperti wafatnya seseorang atau hilangnya kecakapan bertindak hukum seseorang atau hilangnya ilat hukum,tidak dinamakan nasakh.

2.Yang di batalkan itu adalah hukum syara ,dan disebu mansyukh.Pembatalan hukum yang berlaku di tengh – tengah masyarakat yang sumbernya bukan syara atau pembatalan adat istiadat jahiliyah melalui tuntunan syara,tidak dinamakan nasakh.

3.Hukum yang membatalkan hukum terdahulu,datangnya kemudian.Artinya hukum syara yang dibatalkan itu lebih dahulu datangnya daripada hukum yang membatalkan.

2. Pembagian Nasakh
Nasakh dapat dibagi menjadi :

a. Nasakh Syarih yaitu yang ditegaskan berakhirnya hukum yang dinasakhkan,seperti hadis tentang ziarah kubur.

b. Nasakh Zimni yaitu nasakh antara dua nashyang berlawanan dan tidak mungkin disesuaikan menurut fersinya masing – masing.Misalnya satu nash positif dan dan yang lain negatif,sedangkan sejarah turunnya diketahui.seperti wasiat kepada ahli waris dinasakhkan oleh ayat mewaris.Nasakh zimni terbagi mrnjadi :
1. Nasakh terhadap hukum yang dicakup oleh nash terdahulu.
Contohnya :
والذين يتو فون منكم ويد رون ازواجا وصية لا زوا جهم متعا الى الحو ل غير اخراج فان خر جن فلا جناح عايكم ( البقرة : 24)
“Dan orang – orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri,hendaklah berwasiat untuk istri – istrinya yaitu diberi nafkah hingga setahun lamanyadengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).Akan tetapi jika mereka pindah sendiri,maka tidak ada dosa bagimu . . . .”
Dan di naskh oleh ayat :
والذين يتو فون منكم ويذ رون ازواجا يتر بصن با نفسهن اربعة اشهر وعشرا ( البقرة : 234)
“Orang – orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri – istri,hendaklah para istri itu menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari . . . . ..”.
2. Nasakh Zua’i yaitu mengeluarkan dari keumuman nas terdahulu,

3. Rukun nasakh
Rukun nasakh itu ada empat yaitu :
a. Adah al –nasakh
Yaitu pernyataan yang menunjukkan pembatalan ( penghapusan ) hukum yang telah ada
b. Nasikh
Yitu Alloh taala karena dialah yang membuat hukum dan Dia pula yang membatalkan sesuai dengan kehendaknya.Oleh sebab itu pada hakekatnya adalah Alloh taala.
Adakalanya yang disebut nasikh itu adalah hukum syara tetapi hal ini majas dari nasikh.Misalnya dikatakan bahwa puasa ramadhan itu menasakhkan puasa asyuro. Namun adakalanya nasikhn itu dimaksudkan sebagai nas yang menasakhkan.Misalnya ayat tentang dakwahdengan pedang telah dinaskan oleh ayat tentang dakwah dengan cara peringatan yang bijaksana.Kedua pemakaian nasikh dalam contoh ini adalah dari segi majas,bukan dari segi hakekatnya,Karena nasikh pada hakikatnya adalah Alloh taala.
c. Mansukh
Yaitu hukum yang dipindahkan,dibatalkan atau dihapuskan.
d. Mansukh Anhu
Yaitu orang yang dibebani hukum.

4. Syarat – syarat Nasakh
Syarat Nasakh yang disepakati diantaranya :
a. Nasikh harus terpisah dari mansukh
b. Nasikh harus lebih kuat dari mansukh atau sama kuatnya dengan mansukh
c. Nasikh harus berupa dalil – dalil syara’
d. Mansukh harus dibatasi pada suatu waktu
e. Mansukh harus hukum – hukum syara’
Syarat Nasakh yang belum disepakati diaranya :
a. Nasikh dan Mansukh tidak satu jenis
b. Adanya hukum baru sebagai pengganti hukum yang dinasakhkan
c. Hukum pengganti harus lebih kuat dari yang dinasakhkan.

5. Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh
Para ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa untuk mengetahui mana yang nasikh dan mana yang mansukh,di perlukan ketelitian dan ketelitian seorang mujahid.Apabila ia secara menyakinkan menemukan dua nash yang bertentangan secara keseluruhan ( bukan pertentangan sebagian – sebagian ) dan tidak mungkin di kompromikan,maka ia harus meneliti mana nash yang datang lebih dahulu dan mana yang datang kemudian.Nash yang datang kemudian disebut Nasikh,dan yang datang lebih dahulu disebut Mansukh.
Untuk melacak urutan datangnya nash itu dapat diketahui melalui :
1. Penjelasan langsung dari Rosul.Umpamanya ia katakan ayat ini lebih dulu turun dari ayat itu, ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh.
2. Dalam salah satu nash yang bertentengan itu ada petunjuk yang menyatakan salahsatu nash lebih dahulu datangnya dari yang lain.Misalnya sabda rosull tentang hukum menzarahi kubur

كنت نهيتكم عن زيارة القبور الافزوروها

“ Dahulu saya melarang kamu untuk menziarahi kubur,tetapi kini ziarahlah “
3. Periwayatan hadis secara jelas menunjukkan bahwa salahsatu hadis yang bertentangan iti lebih dahulu datangnya dari hadis yang lain,seperti ungkapan perawi hadist bahwa hadis ini diungkapkan oleh Rosul pada tahun sekian dan hadis ini pada tahun sekian.